Alkisah ada seorang guru spiritual yang menyuruh
muridnya belajar ketenangan selama tiga bulan lewat meditasi. Selama proses bermeditasi
itu, guru spiritual itu melihat muridnya sepertinya selalu resah, gelisah, tidak
tenang.
“Muridku, apa yang bisa kubantu agar kau bisa
tenang bermeditasi?” tanya guru kepada muridnya.
Muridnya menjawab “Guru, aku ingin bantal
untuk alas duduk. Setelah itu
aku baru akan bisa duduk bermeditasi dengan tenang.”
“Baiklah, aku akan memberikanmu bantal yang
empuk untuk alas duduk.”
Setelah beberapa hari sang guru bertanya “Apakah
kau sudah merasa tenang dan nyaman dalam bermeditasi sekarang?”
“Tidak, aku belum merasakan
ketenangan dan kenyamanan.” keluh muridnya. “Oh guru, aku biasanya bermeditasi
sambil mendengarkan musik yang memiliki frekuensi yang dapat menghantarkanku ke
kondisi Alfa Teta.”
Lalu guru itu menyetelkan musik meditasi,
dan setelah beberapa waktu dia bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang muridku?”
“Belum, aku belum bisa tenang.”
“Apa yang kamu inginkan?”
“Guru, aku biasanya bermeditasi menghadap
patung atau gambar orang-orang suci. Setelah itu baru hatiku tenang.”
Lalu sang guru dengan sabar mengangkat patung
orang suci yang wajahnya bagaikan rembulan yang indah dan meletakkannya di
hadapan muridnya.
Setelah beberapa hari sang guru bertanya
“Apakah kau tenang sekarang?”
“Tidak guru, aku belum bisa tenang. Aku biasanya
bermeditasi menggunakan wewangian seperti dupa dan semacamnya. Setelah itu aku
baru bisa merasa tenang.”
“Baiklah” kata sang guru, lalu ia membakarkan
dupa yang wanginya seperti wangi seribu bunga.
Setelah beberapa waktu sang guru bertanya
“Muridku, apakah kau tenang? Apakah kau sudah merasa tenang sekarang?”
“Oh guru, andaikata kau memberikanku
sebuah ruangan yang bagus, setelah itu aku pasti baru dapat bermeditasi dengan
tenang. Aku membutuhkan sebuah ruangan yang indah seperti surga seperti ruangan
yang guru miliki.”
”Ya, sudah, pakai saja ruanganku.”
Setelah beberapa hari sang guru bertanya,
“Apakah kau tenang sekarang?”
“Belum guru. Aku menginginkan angin yang menyegarkan
tubuhku. Ruangan guru sungguh
panas dan pengap. Jika aku mendapatkan angin yang segar, baru aku bisa bermeditasi
dengan tenang.”
Lalu gurunya membobol sebagian tembok
ruangannya, supaya angin segar dapat masuk.
“Apakah
kamu sudah lebih tenang sekarang?”
“Guru, sebenarnya aku belum tenang. Aku duduk di sini dan bermeditasi, tetapi
aku tak bisa konsentrasi. Pikiranku
melayang-layang. Aku tak tenang.”
“Jadi apa yang kau inginkan? Ketenangan seperti
apa yang kau inginkan?
“Jika sekarang aku tidak lapar, mungkin aku
dapat bermeditasi dengan tenang.”
“Baiklah,” kata gurunya, lalu gurunya membeli
nasi dengan lauk pauk yang mewah ala restauran untuk dimakan muridnya.
Setelah beberapa waktu gurunya bertanya
lagi, “Apakah kau tenang sekarang?”
“Tidak. Aku belum tenang.”
“Lalu apa yang kamu inginkan lagi?”
“Oh guru, aku tidak mengerti. Kau sudah
memberikan semua keinginanku, tapi aku tak tahu mengapa aku tetap belum merasa nyaman.
Tolong jelaskan kepadaku kenapa aku tidak merasakan ketenangan hati.” ratap
muridnya.
Lalu gurunya menjelaskan, “Muridku, sebelum
kau meditasikan hati, jiwa dan pikiranmu, sebelum kau meditasikan keinginanmu,
dan sebelum keikhlasan yang ada di DALAM dirimu kau TEMUKAN, sesungguhnya kau tak
akan pernah tenang dan nyaman, sekalipun aku memberimu Surga.”
***
Memang seringkali dalam melakukan meditasi,
kita menjadi seperti murid dalam cerita itu, kita selalu MENCARI ketenangan di
LUAR DIRI kita. Begitu juga dalam kehidupan, kita masih selalu mencari-cari
ketenangan dan kenyamanan dunia, padahal Tuhan SUDAH memberikan ketenangan dan
kenyamanan DALAM DIRI kita, namun kita selalu merasa kurang atau belum mencapai
ketenangan dan kenyamanan diri.
Sadarilah jika kita mencari ketenangan,
kita hanya akan melihat hal-hal yang kita cari di luar diri kita. Mencari itu
lain dengan menemukan. Mencari membuat kita terikat dan melekat dengan sesuatu,
karena kita harus selalu mengejar sesuatu di LUAR DIRI kita. Sedang MENEMUKAN ketenangan
membuat kita ikhlas menerima, karena kita tak dikejar-kejar untuk meraih
ketenangan—sebab ketenangan sudah ada di DALAM DIRI kita. Ketenangan dalam
hidup adalah ketika kita merasa ikhlas saat apapun, bagaimanapun, kapanpun dan
di manapun kita berada.
Dalam bermeditasi, yang perlu kita sadari
adalah meditasi bukan tempat, bukan juga suatu rutinitas atau kegiatan, tapi suatu
keadaan—tetap tenang walaupun dalam kondisi apa pun.
Jadilah seorang ’yogi kehidupan’ yang
melakukan meditasi tanpa melakukan meditasi. Jadilah seorang ’yogi kehidupan’ yang
bermeditasi sekarang juga, kini, dan di sini—dalam segala keadaan—setiap saat meditasikanlah
hati, jiwa dan pikiranmu.
Hakikat Ketenangan adalah: BERHENTILAH
MENCARI KETENANGAN, MAKA KAU AKAN MENEMUKAN KETENANGAN.
***
Teddy Delano
Gozali
Pelayan Padepokan Bhairawa Herucakra
Pelayan Padepokan Bhairawa Herucakra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar